7 GOLONGAN MANUSIA YANG DINAUNGI ALLAH
Nabi s.a.w bersabda yang bermaksud: "Ada tujuh golongan manusia yang akan di beri naungan oleh Allah pada hari kiamat :
Pertama : Imam (pemimpin) yang adil.
Kedua : Pemuda yang tetap istiqarah beribadat kepada Allah.
Ketiga : Seorang lelaki yang berzikir (mengingati Allah) pada waktu sunyi lalu mengalirkan air mata.
Keempat : Seorang lelaki yang hatinya tergantung didalam masjid.
Kelima : Dua orang yang saling cinta-mencintai kerana Allah, bersama dan berpisah pun kerana Allah.
Keenam : Seorang lelaki yang diajak oleh seorang wanita ternama dan rupawan, supaya bersenang- lenang dengannya lalu lelaki tersebut berkata "Aku takut kepada Allah.
Ketujuh : Seorang lelaki yang bersedekah dengan cara tersembunyi hinggakan tidak diketahui oleh tangan kirinya apa yang telah dibuat tangan kanannya."
Pertama : Imam (pemimpin) yang adil.
Kedua : Pemuda yang tetap istiqarah beribadat kepada Allah.
Ketiga : Seorang lelaki yang berzikir (mengingati Allah) pada waktu sunyi lalu mengalirkan air mata.
Keempat : Seorang lelaki yang hatinya tergantung didalam masjid.
Kelima : Dua orang yang saling cinta-mencintai kerana Allah, bersama dan berpisah pun kerana Allah.
Keenam : Seorang lelaki yang diajak oleh seorang wanita ternama dan rupawan, supaya bersenang- lenang dengannya lalu lelaki tersebut berkata "Aku takut kepada Allah.
Ketujuh : Seorang lelaki yang bersedekah dengan cara tersembunyi hinggakan tidak diketahui oleh tangan kirinya apa yang telah dibuat tangan kanannya."
Nota: Info dari sahabat FB. Info boleh di dapati di link lain juga :
Dalam sebuah haditsnya, Nabi SAW, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah, pernah bersabda,“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat perlindungan Allah pada hari ketika tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Nya. Mereka adalah: pemimpin yang adil; anak muda yang menghabiskan masa mudanya dengan senantiasa beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla; seseorang yang kalbunya senantiasa terikat dengan masjid; dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah; seorang laki-laki yang ketika dirayu oleh seorang wanita bangsawan lagi rupawan, ia menjawab, ‘Sungguh aku sangat takut kepada Allah,”; seseorang yang mengeluarkan sedekah secara diam-diam sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat tangan kanannya; seseorang yang biasa berzikir kepada Allah dalam kesendirian, kemudian ia mencucurkan air matanya “ (HR Bukhari dan Muslim).
Terkait dengan hadits di atas, Imam Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam kitab Fath al-Bari, syarh al-Bukhâri, antara lain sebagai berikut:
Pertama: Terkait dengan pemimpin yang adil. Pemimpin di sini maksudnya adalah pemilik otoritas dalam kepemimpinan agung, yakni siapapun yang memiliki kewenangan mengurus urusan kaum Muslim (yaitu Khalifah). Menurut beliau, penjelasan yang paling baik terkait dengan adil adalah: mengikuti perintah Allah SWT, dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya, tanpa kurang atau lebih. Dari sini bisa dipahami secara jelas, bahwa keadilan pemimpin hanya mungkin terwujud saat: (1) Sang pemimpin secara individual memang memiliki sifat-sifat ‘adalah (adil). Karena itulah, dalam Islam, adil merupakan syarat mutlak bagi calon pemimpin (Khalifah). (2) Sang pemimpin menerapkan seluruh hukum Allah secara total dalam kepemimpinannya atas rakyatnya. Dengan demikian, sesungguhnya pemimpin yang adil hanya mungkin terwujud dalam sebuah sistem pemerintahan yang berdasarkan syariah Islam, yakni Khilafah, mustahil terwujud pada sistem sekuler (kufur) seperti saat ini. Mengharapkan keadilan pemimpin dalam sistem kufur jelas ibarat mimpi yang mustahil bakal terwujud.
Kedua: Anak muda yang masa mudanya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah. Menurut Ibn Hajar, pengkhususan anak muda di sini adalah karena adanya kenyataan bahwa mereka berada pada masa-masa yang didominasi oleh syahwat, yang di dalamnya ada dorongan kuat untuk selalu mengikuti hawa nafsu. Namun demikian, karena ketakwaannya lebih kuat, ia mampu mengendalikannya sehingga hidupnya selalu berada dalam suasana ibadah.
Ketiga: Seseorang yang kalbunya senantiasa terikat dengan masjid. Maknanya bukan berarti ia senantiasa diam di masjid. Namun, pikiran dan hatinya senantiasa terikat dengan masjid meski ia berada di luar masjid karena begitu kuatnya cintanya pada masjid.
Keempat: Dua orang yang saling mencintai di jalan Allah. Maknanya, mere-ka senantiasa saling mencintai saudaranya karena didasarkan pada alasan-alasan agama, dan tidak terputus karena alasan-alasan duniawi; baik ia bertemu secara hakiki atau tidak, sampai keduanya dipisahkan oleh kematian.
Kelima: Seseorang yang diajak bermaksiat oleh seorang perempuan yang memiliki kemuliaan, baik karena kecan-tikannya, hartanya maupun nasabnya; namun ia berusaha menjauhinya. Dengan kata lain, karena kuatnya rasa malu dan ketakwaannya kepada Allah, ia berusaha menjauhi tindakan tersebut.
Keenam: Seseorang yang bersede-kah secara diam-diam. Makna yang tersirat dari pernyataan ini adalah bersedekah dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah, tidak bermaksud riya atau sum’ah.
Ketujuh: Seseorang yang senantiasa berdzikir (mengingat Allah), yakni dengan kalbu dan lisannya, saat dia berkhalwat (menyendiri), yaitu saat-saat yang jauh dari sikap riya.
Dari sabda Nabi SAW di atas, juga dari syarah Ibn Hajar atas hadits tersebut, ada isyarat bahwa mereka yang tidak termasuk ke dalam ketujuh golongan tersebut akan terlepas dari perlindungan Allah SWT pada Hari Kiamat kelak. Pemimpin yang fasik (lawan dari adil), misalnya, di antaranya karena tidak menerapkan syariah Islam dalam pemerintahnnya, jelas tidak akan mendapatkan perlindungan Allah SWT meskipun secara pribadi mungkin ia tidak gemar berbuat maksiat kepada-Nya. Ini karena keengganannya untuk menerap-kan hukum-hukum Allah adalah bentuk kemaksiatannya terbesar di sisi-Nya.
Demikian pula anak-anak muda yang menghabiskan masa mudanya untuk hura-hura dan bermaksiat kepada Allah; mereka yang hati dan pikirannya tidak pernah terikat dengan masjid; dua orang yang saling mencintai bukan karena Allah, tetapi lebih karena alasan-alasan duniawi; mereka yang gampang tergoda oleh rayuan wanita, apalagi yang biasa meng-goda wanita, tanpa memiliki rasa takut akan azab Allah; mereka yang bersedekah tetapi dibarengi dengan unsur riya dan sum’ah; serta mereka yang biasa melupakan Allah SWT.
Semoga kita termasuk ke dalam golongan yang disabdakan oleh Baginda Nabi SAW di atas, bukan golongan yang sebaliknya. Amin.
Terkait dengan hadits di atas, Imam Ibn Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam kitab Fath al-Bari, syarh al-Bukhâri, antara lain sebagai berikut:
Pertama: Terkait dengan pemimpin yang adil. Pemimpin di sini maksudnya adalah pemilik otoritas dalam kepemimpinan agung, yakni siapapun yang memiliki kewenangan mengurus urusan kaum Muslim (yaitu Khalifah). Menurut beliau, penjelasan yang paling baik terkait dengan adil adalah: mengikuti perintah Allah SWT, dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya, tanpa kurang atau lebih. Dari sini bisa dipahami secara jelas, bahwa keadilan pemimpin hanya mungkin terwujud saat: (1) Sang pemimpin secara individual memang memiliki sifat-sifat ‘adalah (adil). Karena itulah, dalam Islam, adil merupakan syarat mutlak bagi calon pemimpin (Khalifah). (2) Sang pemimpin menerapkan seluruh hukum Allah secara total dalam kepemimpinannya atas rakyatnya. Dengan demikian, sesungguhnya pemimpin yang adil hanya mungkin terwujud dalam sebuah sistem pemerintahan yang berdasarkan syariah Islam, yakni Khilafah, mustahil terwujud pada sistem sekuler (kufur) seperti saat ini. Mengharapkan keadilan pemimpin dalam sistem kufur jelas ibarat mimpi yang mustahil bakal terwujud.
Kedua: Anak muda yang masa mudanya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah. Menurut Ibn Hajar, pengkhususan anak muda di sini adalah karena adanya kenyataan bahwa mereka berada pada masa-masa yang didominasi oleh syahwat, yang di dalamnya ada dorongan kuat untuk selalu mengikuti hawa nafsu. Namun demikian, karena ketakwaannya lebih kuat, ia mampu mengendalikannya sehingga hidupnya selalu berada dalam suasana ibadah.
Ketiga: Seseorang yang kalbunya senantiasa terikat dengan masjid. Maknanya bukan berarti ia senantiasa diam di masjid. Namun, pikiran dan hatinya senantiasa terikat dengan masjid meski ia berada di luar masjid karena begitu kuatnya cintanya pada masjid.
Keempat: Dua orang yang saling mencintai di jalan Allah. Maknanya, mere-ka senantiasa saling mencintai saudaranya karena didasarkan pada alasan-alasan agama, dan tidak terputus karena alasan-alasan duniawi; baik ia bertemu secara hakiki atau tidak, sampai keduanya dipisahkan oleh kematian.
Kelima: Seseorang yang diajak bermaksiat oleh seorang perempuan yang memiliki kemuliaan, baik karena kecan-tikannya, hartanya maupun nasabnya; namun ia berusaha menjauhinya. Dengan kata lain, karena kuatnya rasa malu dan ketakwaannya kepada Allah, ia berusaha menjauhi tindakan tersebut.
Keenam: Seseorang yang bersede-kah secara diam-diam. Makna yang tersirat dari pernyataan ini adalah bersedekah dengan niat ikhlas semata-mata karena Allah, tidak bermaksud riya atau sum’ah.
Ketujuh: Seseorang yang senantiasa berdzikir (mengingat Allah), yakni dengan kalbu dan lisannya, saat dia berkhalwat (menyendiri), yaitu saat-saat yang jauh dari sikap riya.
Dari sabda Nabi SAW di atas, juga dari syarah Ibn Hajar atas hadits tersebut, ada isyarat bahwa mereka yang tidak termasuk ke dalam ketujuh golongan tersebut akan terlepas dari perlindungan Allah SWT pada Hari Kiamat kelak. Pemimpin yang fasik (lawan dari adil), misalnya, di antaranya karena tidak menerapkan syariah Islam dalam pemerintahnnya, jelas tidak akan mendapatkan perlindungan Allah SWT meskipun secara pribadi mungkin ia tidak gemar berbuat maksiat kepada-Nya. Ini karena keengganannya untuk menerap-kan hukum-hukum Allah adalah bentuk kemaksiatannya terbesar di sisi-Nya.
Demikian pula anak-anak muda yang menghabiskan masa mudanya untuk hura-hura dan bermaksiat kepada Allah; mereka yang hati dan pikirannya tidak pernah terikat dengan masjid; dua orang yang saling mencintai bukan karena Allah, tetapi lebih karena alasan-alasan duniawi; mereka yang gampang tergoda oleh rayuan wanita, apalagi yang biasa meng-goda wanita, tanpa memiliki rasa takut akan azab Allah; mereka yang bersedekah tetapi dibarengi dengan unsur riya dan sum’ah; serta mereka yang biasa melupakan Allah SWT.
Semoga kita termasuk ke dalam golongan yang disabdakan oleh Baginda Nabi SAW di atas, bukan golongan yang sebaliknya. Amin.
No comments:
Post a Comment